Wonderkid, istilah keren untuk para pemain muda berbakat, banyak yang awalnya meroket untuk kemudian tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi. Lalu kapan waktunya dan seperti apa caranya, yang tepat merekrut para calon superstar itu?
Sepakbola bukanlah olahraga utama Amerika Serikat. Namun mereka pernah menjadi tuan rumah Piala Dunia. Tak hanya itu, AS juga pernah memiliki seorang pemain ajaib berusia 14 tahun, namanya Freddy Adu. Di usia semuda itu, Adu sudah mendapatkan pengakuan sebagai The Next Pele. Adu juga disebut sebagai The Next Maradona.
Tak tanggung-tanggung, pengakuan tersebut juga Adu dapatkan dari Pele sendiri. Legenda bernama lengkap Edson Arantes do Nascimento tersebut yakin bahwa Adu dapat mengikuti jejaknya. Ketika pada akhirnya Adu terbukti gagal memenuhi ekspektasi, Pele hanya berkata bahwa hal tersebut dapat terjadi kepada banyak pemain.

Nasib Adu, bagaimanapun, masih terhitung baik. Ia masih aktif bermain. Bandingkan peruntungan Adu dengan apa yang terjadi kepada Philip Osondu dari Nigeria, William de Oliveira (Brasil), Nii Lamptey (Ghana), James Will (Skotlandia), dan Mohammed al-Khatiri (Oman). Anda mungkin bertanya-tanya siapa mereka.
Tak perlu berkecil hati jika Anda tidak mengenal salah satu atau semua nama itu. Karena mereka, sekarang ini, bukan siapa-siapa di dunia sepakbola. Jangankan menjadi bintang. Masih bermain seperti Adu pun mereka tidak. Padahal, semua nama yang disebutkan tersebut adalah peraih bola emas di Piala Dunia U-17.
Mengapa mereka, para calon bintang dengan bakat besar, para calon bintang dengan modal banyak dukungan serta pengakuan nyata, tidak berhasil memenuhi ekspektasi? Mengapa James Will, penjaga gawang yang berhasil menjadi pemain terbaik Piala Dunia U-17, kini berkarier sebagai polisi? Mengapa ia menangkap pelaku kejahatan dan menjaga keamanan daerahnya, bukan menangkap bola dan menjaga gawang?
Ekspektasi berlebihan adalah jawabannya. Potensi mereka sebenarnya tidak besar. Hanya saja masyarakat melihatnya demikian. Dan ketika pada akhirnya harapan mereka tidak terpenuhi, para pemain lah yang disebut tidak mampu memenuhi ekspektasi.
Kualitas permainan seorang remaja tidak dapat dengan baik menggambarkan kualitas permainan yang akan ia miliki di puncak karirnya. Simon Kuper dan Stefan Szymanski, lewat buku karangan keduanya yang diberi judul Soccernomics, mengingatkan kita semua bahwa hanya sedikit dari para pemain bintang kelas dunia yang mencapai puncak sebelum berusia 18 tahun.
Tiga contoh yang diberikan oleh Kuper dan Szymanski adalah Pele, Maradona, dan Wayne Rooney. Kebanyakan pemain sepakbola bergerak mendekati puncak seiring dengan pergerakan menuju kedewasaan. Karenanya, bukan hal yang tepat menilai potensi seorang pemain ketika pemain tersebut belum dewasa.
Sepakbola bukanlah olahraga utama Amerika Serikat. Namun mereka pernah menjadi tuan rumah Piala Dunia. Tak hanya itu, AS juga pernah memiliki seorang pemain ajaib berusia 14 tahun, namanya Freddy Adu. Di usia semuda itu, Adu sudah mendapatkan pengakuan sebagai The Next Pele. Adu juga disebut sebagai The Next Maradona.
Tak tanggung-tanggung, pengakuan tersebut juga Adu dapatkan dari Pele sendiri. Legenda bernama lengkap Edson Arantes do Nascimento tersebut yakin bahwa Adu dapat mengikuti jejaknya. Ketika pada akhirnya Adu terbukti gagal memenuhi ekspektasi, Pele hanya berkata bahwa hal tersebut dapat terjadi kepada banyak pemain.

Nasib Adu, bagaimanapun, masih terhitung baik. Ia masih aktif bermain. Bandingkan peruntungan Adu dengan apa yang terjadi kepada Philip Osondu dari Nigeria, William de Oliveira (Brasil), Nii Lamptey (Ghana), James Will (Skotlandia), dan Mohammed al-Khatiri (Oman). Anda mungkin bertanya-tanya siapa mereka.
Tak perlu berkecil hati jika Anda tidak mengenal salah satu atau semua nama itu. Karena mereka, sekarang ini, bukan siapa-siapa di dunia sepakbola. Jangankan menjadi bintang. Masih bermain seperti Adu pun mereka tidak. Padahal, semua nama yang disebutkan tersebut adalah peraih bola emas di Piala Dunia U-17.
Mengapa mereka, para calon bintang dengan bakat besar, para calon bintang dengan modal banyak dukungan serta pengakuan nyata, tidak berhasil memenuhi ekspektasi? Mengapa James Will, penjaga gawang yang berhasil menjadi pemain terbaik Piala Dunia U-17, kini berkarier sebagai polisi? Mengapa ia menangkap pelaku kejahatan dan menjaga keamanan daerahnya, bukan menangkap bola dan menjaga gawang?
Ekspektasi berlebihan adalah jawabannya. Potensi mereka sebenarnya tidak besar. Hanya saja masyarakat melihatnya demikian. Dan ketika pada akhirnya harapan mereka tidak terpenuhi, para pemain lah yang disebut tidak mampu memenuhi ekspektasi.
Kualitas permainan seorang remaja tidak dapat dengan baik menggambarkan kualitas permainan yang akan ia miliki di puncak karirnya. Simon Kuper dan Stefan Szymanski, lewat buku karangan keduanya yang diberi judul Soccernomics, mengingatkan kita semua bahwa hanya sedikit dari para pemain bintang kelas dunia yang mencapai puncak sebelum berusia 18 tahun.
Tiga contoh yang diberikan oleh Kuper dan Szymanski adalah Pele, Maradona, dan Wayne Rooney. Kebanyakan pemain sepakbola bergerak mendekati puncak seiring dengan pergerakan menuju kedewasaan. Karenanya, bukan hal yang tepat menilai potensi seorang pemain ketika pemain tersebut belum dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar